Hukum Dan Jenis Perlindungan Satwa Liar Di Indonesia

Hukum Dan Jenis Perlindungan Satwa Liar Di Indonesia – Indonesia telah diguncang oleh video perburuan badak Afrika yang populer. Diperkirakan badak Afrika akan punah dalam waktu 5 tahun jika tidak ditangani dengan serius. Video tersebut kemudian menjelaskan berbagai tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan badak Afrika. Kemudian video mengajak kita semua untuk menjaga satwa liar.

nocompromise

Hukum Dan Jenis Perlindungan Satwa Liar Di Indonesia

nocompromise – Indonesia telah memiliki peraturan tentang perlindungan satwa liar berupa Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 (UU Konservasi Hayati) dan ketentuannya. Apa saja bentuk perlindungan satwa liar menurut hukum Indonesia? Simak ulasan berikut ini.

Jenis Perlindungan Satwa Liar menurut Hukum Indonesia

Pemerintah Indonesia menyediakan dua jenis perlindungan satwa liar:

Konservasi satwa liar di tempat biasanya dilakukan melalui cagar alam dan cagar alam berupa taman nasional. Suaka dianggap sebagai suaka sejati bagi hewan dan fauna.

Ada dua jenis cagar alam:

cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan lindung adalah wilayah kawasan lindung, dan keadaan alaminya karena memiliki ciri-ciri tumbuhan, hewan dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang harus dilindungi, dan perkembangannya terjadi secara alami. Contoh cagar alam antara lain Cagar Alam Kawah Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur, dan Cagar Alam Maninjau di Sumatera Barat.

Kawasan lindung, di sisi lain, adalah cagar alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan suatu jenis hewan, yang dapat diupayakan kelangsungan hidupnya dengan membimbing habitatnya. Contoh suaka margasatwa adalah Suaka Margasatwa Babian di Jawa Utara dan Suaka Margasatwa Sinkylawa di Aceh.

Cagar alam juga dikenal sebagai kawasan dengan ciri khas, baik di darat maupun di air, yang melindungi sistem penyangga kehidupan, melestarikan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta menyelenggarakan pemanfaatan alam hayati secara lestari. sumber. sumber daya dan ekosistem.

Baca Juga : Apa Yang Harus Dilakukan Jika Anda Menemukan Hewan Liar Sakit Atau Terluka

Suaka margasatwa di tempat adalah taman nasional. Taman nasional adalah cagar alam dengan ekosistem alam yang dikelola melalui sistem zonasi yang digunakan untuk tujuan penelitian, ilmiah, dan pendidikan untuk mendukung pertanian, pariwisata, dan rekreasi. Contoh taman nasional adalah Taman Nasional Ujungkulon, yang melindungi badak bercula satu.

Konservasi satwa biasanya dilakukan melalui kawasan lindung berupa hutan dan taman wisata alam. Cagar alam tidak hanya untuk perlindungan satwa, tetapi juga untuk tujuan pendidikan dan rekreasi. Dengan kata lain, konservasi satwa liar tidak harus di habitatnya. Taman Hutan Raya adalah kawasan konservasi tempat koleksi alami atau buatan tumbuhan dan/atau satwa, spesies lokal dan/atau eksotik yang digunakan dalam penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan untuk mendukung budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.

Contoh taman hutan raya adalah Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cybodas di Jawa Barat. Di sisi lain, taman wisata alam adalah cagar alam dan terutama digunakan untuk pariwisata dan rekreasi luar ruangan. Contoh taman wisata alam antara lain Taman Safari Bogor Cisarua dan Kebun Binatang Ragunan Jakarta.

Apakah diperbolehkan memiliki hewan atau burung yang dilindungi? Lantas, bagaimana cara mendapatkan izin beternak burung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

Semua spesimen flora dan fauna liar (TSL) dilindungi dan belum diketahui asal usulnya (secara administratif) F0 / W (liar). Bagaimana ini terjadi? Jadi bagaimana dengan hewan dari penangkaran?

Pertama, mari kita lihat berbagai undang-undang dan peraturan yang berlaku untuk hal ini. Pertama, UU No. 1990 tentang Perlindungan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 5. Pasal 21(2) menyatakan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, menyembelih, menyimpan, memiliki, menyimpan, mengangkut, dan menjual hewan yang dilindungi, termasuk hewan hidup dan mati. Dan ini adalah tindakan kriminal.

Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan di atas, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupee. Di sisi lain, mereka yang tidak melanggar pelanggaran ini dapat menghadapi hukuman satu tahun penjara dan denda 50 juta.

Kedua, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Penangkapan Hewan dan Tumbuhan Liar. Sehubungan dengan hewan peliharaan, Peraturan Menteri Kehutanan No. Pasal P.19 disebutkan, khususnya ayat 2 tentang perolehan dan legalitas induk asal. Tapi pertama-tama, mari kita cari tahu apa itu tawanan.

Pemuliaan Unit pemuliaan adalah bagian usaha yang dijual atau digunakan sebagai suatu entitas yang mampu menghasilkan keuntungan komersial sebagai hasil pemuliaan generasi kedua (F2) dan generasi berikutnya. Spesimen yang diperoleh dari perkawinan silang setelah generasi kedua (F2) dianggap sebagai spesimen yang tidak dilindungi setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Ordonansi No. 19 Departemen Kehutanan Tahun 2005.

Jangan lupa bahwa pemegang Izin Penangkaran wajib menunjukkan individu tawanan perang. Hal ini dilakukan dengan tanda permanen berupa label/stempel/transponder/tato/label/tanda. Lainnya Bagian Tubuh. Tujuannya adalah untuk membedakan antara indukan, indukan dan anakan, anakan dan ayam lainnya, atau penangkaran dan tangkapan liar.

Akibatnya, spesimen hasil penangkaran harus ditandai untuk membedakannya dari habitat aslinya atau dari produk pemuliaan generasi pertama (F1) atau generasi kedua (F2), dll. Bagian 11 menetapkan bahwa hewan yang diperoleh dengan perampokan, penghambaan masyarakat, atau penemuan akan dianggap sebagai spesimen tangkapan liar (W) jika asal atau kondisi keturunannya tidak diketahui. Dan menggunakannya sebagai induk dari suku dapat dilakukan dengan izin pendeta.

Pasal 13 mengatur bahwa keturunan satwa liar yang dilindungi dari lingkungan alam (W) adalah milik Negara dan dititipkan kepada Negara. Hal yang sama juga terjadi pada generasi pertama satwa liar (F1) akibat penangkaran satwa liar yang dilindungi. Kedua breeder ini tidak bisa ditawar lagi dan harus diserahkan kepada Negara.

Untuk memudahkan ketertelusuran (tracing) spesimen hasil penangkaran, penandaan tersebut disertai dengan sertifikat yang berisi kode penandaan, nama spesies, jenis kelamin (jika diketahui), penandaan tetua, penunjukan.