www.nocompromise.org – Kenali Perbedaan Omset dan Aset antara UKM dan UKM. Masyarakat umumnya menganggap usaha kecil menengah (UKM) dan UMKM mikro (UMKM) itu sama. Bahkan kedua jenis usaha ini berbeda sesuai dengan aset dan omzet pelaku usaha.
Berbagai regulasi (termasuk undang-undang, keputusan presiden, Kementerian Perdagangan Indonesia, dan Bank Indonesia) mencantumkan besaran aset dan omzet yang membedakan UKM dari UKM, yang menjelaskan perbedaan tersebut.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang mengatur bahwa usaha kecil dan menengah adalah usaha kecil dan menengah, kegiatan ekonomi kecil rakyat, dan memenuhi kekayaan bersih atau standar tahunan penjualan dan kepemilikan ( seperti yang dipersyaratkan oleh hukum).
Kekayaan bersih untuk jenis usaha kecil atau kekayaan bersih hasil penjualan tidak melebihi Rp.200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan yang berdiri sendiri dari perusahaan, dan tidak secara langsung dimiliki, dikuasai atau berafiliasi dengan anak perusahaan. atau cabang perusahaan atau yang secara tidak langsung berhubungan dengan perusahaan menengah atau Kerjasama dengan perusahaan besar. Dalam skala tahunan, kinerja penjualan tahunan maksimum untuk usaha kecil dan menengah adalah Rp1.000.000.000.
Selain kepatuhan terhadap hukum, ketentuan atau standar terkait UKM juga dapat ditemukan dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Keputusan tersebut dapat dilihat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26 / I / UKK tentang Kredit Usaha Kecil (KUK) tanggal 29 Mei 1993.
Baca Juga: 10 Fakta Tentang Bisnis Online, Sedikit Diketahui Orang Lain
Surat edaran tersebut menjelaskan bahwa Kredit Usaha Kecil (KUK) merupakan badan usaha dengan total aset Rp 60 juta, tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi sepanjang nilai kekayaan yang dimiliki tidak melebihi Rp 600 juta.
Selain itu, UMKM juga masuk dalam peraturan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pengusaha kecil dan menengah merupakan kelompok industri modern, industri tradisional dan kerajinan tangan, dan investasi mesin dan peralatannya bermodal Rp. 70 juta / Tenaga kerja Rp 625.000, dan usaha milik warga negara Indonesia.
Bersamaan dengan itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah tahun 2008 mengatur tentang UMKM.
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa UKM memiliki beberapa poin atau aturan utama yang terkait erat dengan penerapan keuangan berkelanjutan di Indonesia. Artikel berikut berisi beberapa aturan tentang UMKM:
- Bab 2 Prinsip dan Tujuan Pasal 2 mengatur bahwa usaha mikro, kecil dan menengah harus berdasarkan perspektif lingkungan. Yang disebut “prinsip berwawasan lingkungan” adalah prinsip yang memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah, dan prinsip ini harus dipatuhi dengan baik dan memprioritaskan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan.
- Pasal 20 Bab VI mengatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mendorong pengembangan usaha dengan mendorong usaha mikro, kecil dan menengah untuk mengembangkan teknologi dan kelestarian lingkungan.
- Bab VII Pembiayaan dan Penjaminan Pasal 22 menjelaskan bahwa untuk meningkatkan sumber pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil, pemerintah telah menempuh langkah-langkah sebagai berikut: mengembangkan sumber pembiayaan dari perkreditan bank dan lembaga keuangan bukan bank; mengembangkan lembaga modal ventura; pelembagaan transaksi manajemen;
Selain UMKM harus dilandasi oleh hubungan darah, demokrasi ekonomi, persatuan, keadilan dan efisiensi, keberlanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan progresif, dan kesatuan ekonomi nasional.
Sama seperti standar aset bersih yang diberikan kepada UKM, UMKM juga memiliki standar aset bersih untuk lini usahanya masing-masing. Standar kekayaan bersih UMKM terdapat pada Bab 4, Pasal 6, yang meliputi:
- Standar untuk usaha mikro adalah sebagai berikut:
Satu. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan komersial; atau
- Penjualan tahunan tidak melebihi Rp 300.000.000.
2 standar usaha kecil adalah sebagai berikut:
Satu. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima crore rupee) sampai dengan Rp500.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan yang digunakan untuk tempat usaha; atau
- Penjualan tahunan melebihi Rp300.000.000 dan tertinggi adalah Rp.250.000.000.000.
3 Standar untuk perusahaan menengah adalah sebagai berikut:
Sebuah. Memiliki kekayaan bersih melebihi Rp 500.000.000, sampai dengan Rp10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan yang digunakan untuk tempat usaha; atau
- Pendapatan penjualan tahunan melebihi 2,5 miliar rupiah, dan tertinggi tidak melebihi 50 miliar rupiah.
Klasifikasi UKM dan UMKM
Ketika krisis keuangan melanda Indonesia pada tahun 1998, usaha kecil dan menengah relatif mampu bertahan dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini terjadi karena sebagian besar usaha kecil tidak mengandalkan modal besar atau pinjaman luar negeri, melainkan menggunakan mata uang asing yang paling mungkin terkena dampak krisis. Selama ini usaha mikro, kecil, dan menengah atau singkatnya UMKM memiliki peran strategis yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa, jumlah peserta UMKM di Indonesia pada 2018 diperkirakan mencapai 58,97 juta. Sebagian besar peserta UMKM menggunakan platform pemasaran dan media sosial untuk memasarkan produk atau layanan mereka. Bank Dunia menggunakan metode berdasarkan jumlah karyawan, pendapatan dan aset untuk mengklasifikasikan UMKM menjadi tiga kategori:
Jumlah karyawan usaha mikro <10 orang <pendapatan tahunan <100,000 USD
Kepemilikan aset <100,000 USD.
Jumlah karyawan di usaha kecil <30 orang, pendapatan tahunan <3 juta dolar AS, kepemilikan aset <3 juta dolar AS,
jumlah karyawan maksimum di perusahaan menengah 300 orang, pendapatan tahunan 15 juta dolar AS, dan kepemilikan aset mencapai 15 juta dolar AS
Potret UKM Indonesia
Sebagai orang Indonesia, wawasan dan aktivitas kita sehari-hari tentunya tidak bisa dibedakan dari berbagai jasa dan barang yang diciptakan oleh peserta UMKM. Mulai dari aktivitas sarapan pagi, kami mencari bubur atau kue dim sum yang dijual oleh UMKM, membeli sembako di toko dekat rumah, dan menitipkan anak-anak di kelompok permainan terdekat (UMKM). Untuk era digital saat ini, bahkan ada yang tidak memiliki toko, hanya menjual produknya secara online, dan tidak memiliki izin usaha. Pelaku bisnis dengan ciri-ciri tersebut dapat kita jumpai di sekitar kita, baik itu saudara, tetangga, teman maupun diri kita sendiri. Seperti namanya, UMKM memang merupakan akronim dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), namun tidak diragukan lagi bahwa orang kecil ini memiliki kontribusi yang sangat penting bagi perekonomian makro kita.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia melaporkan bahwa dari segi jumlah unit, pangsa usaha kecil, menengah dan kecil di seluruh pelaku usaha di Indonesia (2017) sekitar 99,99% (62,9 juta unit), sedangkan besar perusahaan hanya menyumbang 0,01%, atau sekitar 5400 unit. Usaha mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), usaha kecil 5,7 juta (4,74%), usaha menengah 3,73 juta (3,11%), usaha besar 3,58 juta. Artinya, usaha kecil dan menengah secara kolektif menyerap sekitar 97% angkatan kerja nasional, sedangkan perusahaan besar hanya menyerap sekitar 3% angkatan kerja nasional!
- Standar UMKM
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang UKM adalah UU No. 16. Dalam UU 20/2008, UMKM digambarkan sebagai: “Perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan kekayaan dan pendapatan tertentu.
Sumber: Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UKM
Jika aset bisnis kami mencapai Rp50 juta, omset tahunan maksimum adalah Rp300 juta, atau omset harian sekitar Rp1.000.000, itu dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan mikro (dengan asumsi 300 hari operasi per tahun);, Harian Batas omzet usaha kecil sekitar Rp 8,3 juta, batas omzet harian perusahaan menengah sekitar Rp 167 juta. Nah, dengan mengacu pada standar UMKM di atas, kita bisa menentukan sendiri apakah usaha yang kita operasikan adalah usaha mikro, kecil atau menengah.
- Area bisnis UMKM
Jumlah UMKM amat besar. Dibanding dengan jumlah unit bidang usaha besar yang cuma dekat 5. 000 bagian, jumlah UMKM 10. 000 kali lebih banyak! Dengan banyaknya UMKM, upaya apa yang kamu tekuni? Bersumber pada uraian( 31 Oktober 2017) yang dicoba perwakilan BPS dengan Departemen Koperasi serta Upaya Kecil serta Menengah Republik Indonesia dalam FGD( 31 Oktober 2017), dengan cara biasa aspek upaya UMKM dipecah jadi 2 golongan besar., ialah pertanian serta non pertanian. Jumlah upaya di zona pertanian dihitung lewat sensus pertanian 2013( bukan survey); upaya non pertanian dihitung lewat sensus ekonomi 2016. Suasana ini membuat kalkulasi jumlah keseluruhan UMKM kira- kira membuntukan sebab upaya pertanian tidak dapat dihitung Jumlah( 2013) ditambahkan ke jumlah upaya non pertanian( 2016). Tidak hanya itu, dalam sensus ekonomi 2016, BPS memilah luncurkan informasinya jadi 2 jenis: Upaya Mikro, Kecil serta Menengah( UMK) serta Upaya Besar serta Menengah( UMB), alhasil kita tidak dapat menguasai tiap pembagian rasio mikro, kecil, menengah serta besar. Ini bisa jadi menginginkan akses ke database asli dari hasil sensus ekonomi 2016.
Setidaknya dari Sensus Pertanian BPS 2013 tanpa mempertanyakan data, terlihat bahwa jumlah rumah tangga komersial pertanian adalah 26.135.469 unit. Dari jumlah tersebut, 0,016% atau sekitar 4.200 unit telah terkonsolidasi. Sementara menurut hasil Sensus Ekonomi BPS 2016, jumlah usaha mikro diketahui 26.263.649 unit, sedangkan jumlah UMB 447.352 unit.
- Perdagangan grosir dan eceran
Usaha bagian perdagangan grosir dan eceran adalah penjualan barang, tanpa melalui proses perubahan bentuk produk yang diperdagangkan, kecuali untuk kegiatan pemilahan atau pengemasan ulang. Misalnya, pedagang buah membeli buah (truk) dalam jumlah besar untuk eceran (ribuan kilogram) untuk dijual kembali; atau distributor yang menggalang dana, dana yang terkumpul ini dapat mengumpulkan keripik yang diproduksi oleh beberapa ibu rumah tangga, dan kemasan, label, dan eceran.
Baca Juga: Kisah Sukses Ibu RT yang Menghasilkan Hingga Ratusan Juta
- Menyediakan akomodasi dan makanan dan minuman
Bisnis akomodasi dan suplai makanan mencakup restoran, restoran, jasa katering, food court, kafe, dan jenis bisnis lainnya. Bisnis katering yang menyediakan makanan untuk acara atau kebutuhan logistik (misalnya, membeli makanan atau makanan ringan untuk pesawat, kereta api, kapal, dll.) Juga termasuk dalam kategori ini.
- Industri pengolahan
Pabrik pengerjaan mencakup bermacam aktivitas penciptaan yang mengganti wujud materi dasar jadi produk separuh jadi ataupun produk jadi yang bisa dipakai ataupun disantap. Misalnya, pabrik garmen yang mengganti kapas jadi kain; ataupun pabrik konveksi yang mengganti wujud kain jadi bermacam busana; ataupun pabrik minuman dalam bungkusan yang mengganti bermacam tipe buah- buahan jadi minuman ekstrak buah bungkusan sedia gunakan. Buat tipe pabrik pengerjaan( pabrik manufaktur), ada dekat 3, 4 juta partisipan UMKM( BPS, 2015) yang beberapa besar beranjak di 5 aspek pabrik ialah santapan serta minuman( 44, 9%); kerajinan kusen serta rajutan( 19, 9%)); garmen serta busana( 14, 4%); mineral non- logam, semacam aci, mika, dan lain- lain.( 6, 9%); serta mebel( 3, 5%).
- Kontribusi bagi perekonomian
Secara keseluruhan, kegiatan ekonomi usaha kecil, menengah dan mikro menyumbang sekitar 60% dari PDB Indonesia. Pada 2017, PDB Indonesia sekitar Rp 13.600 triliun. Artinya total pendapatan UMKM kurang lebih Rp 8.160 triliun! Usaha mikro menyumbang sekitar Rp 5.000 triliun setiap tahun, perusahaan kecil menyumbang Rp 1.300 triliun setiap tahun, perusahaan menengah menyumbang kurang lebih Rp 1.800 triliun, dan perusahaan besar sekitar Rp 5400 triliun.
Dibandingkan dengan pagu omzet, omzet rata-rata usaha mikro saat ini hanya 25% dari 300 juta rupiah. Usaha kecil menyumbang 65% dan usaha menengah menyumbang 59%. Hal ini tampaknya menyiratkan bahwa produktivitas usaha mikro masih jauh lebih rendah daripada produktivitas usaha kecil dan menengah, yang membuat mereka secara umum lebih rentan dan rentan terhadap tekanan persaingan. Suka atau tidak suka, harus ada bantuan yang terintegrasi dan terstruktur sehingga usaha mikro dapat meningkatkan efisiensi produksi, produktivitas, dan ketahanan dalam menghadapi persaingan. Di sisi lain, pengusaha mikro juga perlu terbuka terhadap kebaruan teknologi, terutama saat menggunakan berbagai solusi digital yang dapat memperluas pasar sekaligus mengurangi berbagai biaya produksi.
Jumlah mereka sangat besar, dan mereka memainkan peran besar dalam menyediakan lapangan kerja bagi orang-orang kecil yang biasanya tidak berpendidikan, yang menjadikan UMKM (terutama usaha mikro) sangat penting untuk pengaruh perekonomian secara keseluruhan! Bisakah kita bayangkan betapa chaosnya Indonesia jika ribuan pengusaha mikro tiba-tiba berhenti bekerja dan mempekerjakan diri mereka sendiri dan meminta perusahaan besar atau pemerintah untuk memberi mereka pekerjaan?
- Apakah struktur UKM Indonesia sehat?
Saya juga sering bertanya pada diri sendiri pertanyaan ini. Apakah struktur UKM Indonesia yang mendominasi usaha mikro dalam struktur yang sehat? Sekitar 98,7% UMKM kami adalah usaha mikro, dan struktur ini tidak berubah dari 10 tahun yang lalu, yang menunjukkan bahwa usaha mikro kami tidak pernah ditingkatkan menjadi usaha kecil dan menengah.
Dengan asumsi total unit usaha sekitar 62,9 juta unit, maka jumlah usaha mikro kita (hanya 93%) hanya sekitar 58,5 juta, ini berarti terdapat sekitar 4,38 juta usaha mikro di Indonesia saat ini yang perlu dikembangkan menjadi usaha kecil. Oleh karena seperti Uni Eropa, proporsi usaha kecil hanya 5,82%, sehingga jumlah usaha kecil yang dibutuhkan sekitar 3,66 juta, sehingga jumlah usaha menengah yang perlu diklasifikasikan usaha kecil kedepannya sekitar 717.000. . Artinya lebih lanjut, jumlah usaha menengah kita adalah sekitar 0,9% dari keseluruhan sektor usaha.Misalnya di Uni Eropa kita hanya membutuhkan sekitar 5.922.000 usaha menengah, oleh karena itu diklasifikasikan sebagai perusahaan besar, atau 126.000 unit. Dengan kondisi saat ini, diperkirakan jumlah usaha besar kita hanya sekitar 5.000 (0,01% dari total usaha), artinya untuk mencapai 0,2% usaha besar kita, kita masih membutuhkan 121.000 UMKM (Saat ini) Jadi bisnis besar! Apakah ini berlebihan? !
- Kesimpulan: meditasi kelompok
Ini merupakan potret negara UMKM kecil yang memegang peranan penting, serta mendukung kelancaran dan stabilitas perekonomian nasional Indonesia. Esensi yang ingin disampaikan adalah terlepas dari pentingnya peran UMKM dalam perekonomian, sejauh ini efektivitas pemberdayaan UMKM tampaknya perlu dipertanyakan, karena struktur UMKM kita masih didominasi oleh usaha mikro. Selain itu, jika struktur UMKM UE dijadikan sebagai patokan, maka tujuan pemberdayaan UMKM sangat besar. Betapa tidak, tidak mudah membantu 100 usaha mikro untuk melakukan upgrade menjadi usaha kecil dalam waktu satu tahun, yang tingkat keberhasilannya 10%. Dan, 4,4 juta? Jika tingkat keberhasilannya 20%, apakah itu berarti dibutuhkan 22 juta pengusaha mikro untuk mendapatkan bantuan?
Jika diasumsikan biaya setiap usaha mikro untuk memberikan bantuan kepada usaha mikro sekitar 10 juta rupiah per tahun, maka dibutuhkan anggaran sekitar 220 triliun rupiah! Ini hampir 4 kali lipat dari total anggaran Dana Pedesaan Rp 60 triliun! Jadi, tentunya jelas bahwa perubahan struktural ini hampir tidak mungkin tercapai dalam waktu satu tahun. Sekitar sepuluh tahun? Jika harga diturunkan, berarti investasi tahunan yang dibutuhkan sekitar 22 triliun rupiah.
Adalah bijaksana untuk mengatakan bahwa jika ada kemauan, itu akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, selama ada kemauan, harus dimungkinkan untuk mengembangkan program bantuan usaha mikro dengan kurikulum yang terstruktur dengan pedoman dan alat evaluasi yang jelas, apakah optimalisasi dana desa juga dapat dilakukan? Tapi siapa yang akan menjadi industri terkemuka? Kementerian Koperasi dan UKM RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perekonomian? Kami bahkan belum memiliki roadmap kebijakan UMKM nasional. Seperti orkestra, kita seperti musisi, mereka tidak hanya tidak tahu siapa konduktornya, tapi juga tidak tahu siapa yang punya fungsi. Mungkinkah kami menghasilkan melodi yang harmonis?
Tapi tidak apa-apa, saya rasa terlalu banyak. Sebaiknya jangan berdoa, yaitu berharap semakin banyak pihak yang peduli dan mengambil tindakan praktis untuk memberdayakan usaha mikro sehingga lebih banyak lagi usaha yang bisa dimajukan. Padahal, jika pemberdayaan UMKM menjadi isu penting, maka sebenarnya ada database dan dokumen roadmap. Tapi sampai sekarang, kami tidak punya. Apakah masalah UMKM ini benar-benar penting? Tentunya orang sudah bosan dengan jargon, karena jargon itu refreshing, tapi berasa di kantong kurang enak.
Terima kasih kepada seluruh peserta dan aktivis UKM, karena semangat kemandirian Anda telah meletakkan fondasi yang kokoh bagi perekonomian kita.